TajukJurnalis.id, POHUWATO – Kebijakan pengelolaan insentif bagi para imam, pemangku adat, dan tokoh agama di Kabupaten Pohuwato kembali menjadi sorotan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Pohuwato, Refli Basir, menegaskan bahwa insentif tersebut akan tetap dikelola di tingkat kecamatan dan tidak dipindahkan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Penegasan tersebut disampaikan Refli dalam rapat koordinasi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak yang berlangsung di aula Dinas PUPR Pohuwato, Rabu (18/12/2024).
“Pemangku adat kecamatan itu sebelumnya direncanakan dialihkan ke Dinas Pendidikan mulai tahun depan. Namun, informasi terakhir memastikan bahwa pengelolaannya tetap di kantor kecamatan, yang Rp3,2 miliar tersebut,” ujar Refli.
Namun, berbeda dengan pemangku adat, insentif bagi imam, pendeta, gembala, dan tokoh agama lainnya yang sebelumnya dikelola melalui bantuan penggunaan khusus, akan dialihkan ke Dinas PMD.
Menurut Refli, pemindahan pengelolaan insentif ke Dinas PMD dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pengelolaan dana. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan fleksibilitas dan memastikan kelancaran pencairan insentif.
“Pengelolaan ini dialihkan ke Dinas PMD agar lebih fleksibel. Dengan begitu, dana dapat dikelola dengan lebih efisien,” jelasnya.
Refli juga menambahkan bahwa insentif imam akan menggunakan alokasi Dana Alokasi Umum (DAU SG) mulai tahun depan. Meski begitu, ada keterbatasan dalam jumlah penerima insentif di setiap desa.
“Misalnya, satu desa memiliki lima masjid yang membutuhkan 15 imam. Namun, anggaran hanya mencukupi untuk lima orang. Penentuan penerima akan diserahkan kepada kepala desa melalui SK,” kata Refli.
Ia memastikan bahwa meskipun mekanisme pembayaran berubah, nominal insentif tetap sama. Dana akan ditransfer langsung ke rekening penerima setelah data diverifikasi.
Sebelumnya, Kepala Desa Teratai, Kecamatan Marisa, Simson Hasan, mengungkapkan keberatan terhadap rencana pemindahan insentif ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
“Para imam dan pemangku adat selama ini merasa nyaman berkoordinasi di kecamatan. Jika dialihkan ke Dinas Pendidikan, fokus pengelolaannya dikhawatirkan menjadi kurang tepat karena dinas tersebut lebih berorientasi pada pendidikan anak-anak,” ujar Simson.
Simson menegaskan bahwa seluruh kepala desa di Kecamatan Marisa sepakat menolak usulan tersebut. Mereka menginginkan agar pengelolaan insentif tetap berada di kecamatan.
“Kami tidak sepakat dengan pengalihan anggaran tersebut ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Pengelolaan saat ini sudah berjalan baik,” tegasnya.