TajukJurnalis.id, GORONTALO – Polda Gorontalo melalui Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), menggelar konferensi pers terkait pengungkapan kasus penjualan minyak goreng oplosan bersubsidi yang dilakukan oleh pemilik Toko Asni di Dusun III Ipilo, Desa Modelomo, Kecamatan Tilamuta, Kabupaten Boalemo, senin (10/03/2025).
Dalam kasus ini, polisi menetapkan tiga tersangka, yakni pemilik toko, ARNAS alias DAENG ARNAS, serta dua karyawannya, IRMAN alias ONGKY dan AMBO LOLO.
Berdasarkan hasil penyelidikan Subdit I Indagsi Ditreskrimsus Polda Gorontalo dan Tim Satgas Pangan, para tersangka melakukan pengoplosan minyak goreng subsidi merek Minyakita dengan cara membuka kemasan aslinya dan memindahkannya ke dalam galon ukuran 22 liter, serta botol bekas air mineral berukuran 1.500 ml dan 600 ml.
Minyak goreng tersebut kemudian dijual kembali tanpa label SNI dan tanpa informasi terkait produk sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pengungkapan kasus ini, bermula dari laporan masyarakat bahwa Toko Asni menjual minyak goreng Minyakita dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah, yakni Rp17.000 per liter.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Tim Satgas Pangan Polda Gorontalo mendatangi lokasi dan menemukan praktik pemindahan minyak goreng dari kemasan asli ke dalam wadah tidak berstandar. Dalam operasi tersebut, Tim mengamankan sejumlah barang bukti berupa:
1. 544 karton/dus Minyakita jenis bantal ukuran 1 liter (12 pcs/dus)
2. 27 karton/dus Minyakita jenis pouch ukuran 2 liter (6 pcs/dus)
3. 38 galon ukuran 22 liter berisi Minyakita
4. 87 botol bekas air mineral ukuran 1.500 ml berisi Minyakita
5. 34 botol bekas air mineral ukuran 600 ml berisi Minyakita
6. 109 galon kosong ukuran 22 liter
7. 115 kardus bekas Minyakita
8. Alat bantu pemindahan seperti corong, saringan, gunting, dan ember plastic
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat 1 jo Pasal 8 ayat 1 huruf a dan i serta ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar.