TajukJurnalis.id, GORONTALO – Keberadaan komunitas LGBT isu fenomenal yang selalu menjadi bahan diskusi dan kajian formal maupun non formal di ranah publik. Transgender (alih status seks/kelamin) merupakan salah satu bagian dari bangunan besar penyangga LGBT.
Munculnya pandangan beragam tentang LGBT menunjukan banyaknya perbedaan sudut pandang dalam memahami dan merespon aktifitas kaum yang disebut sebagai pengidap disorientasi seksual ini.
Membedah LGBT dari perspektif sosial sudah pasti berbeda dengan menggunakan perspektif agama. Apalagi dalam perspektif bernegara. Kajian komparatif secara utuh dan lebih detail dapat dijelajah pada tulisan para peneliti yang konsen tentang LGBT.
Agama Islam khususnya, sama sekali tidak memberikan ruang bagi aktifitas penyimpangan seksual dengan alasan apapun. konsekwensi hukumnya jelas, tegas dan bahkan sangat keras. Hal ini dapat dilihat dari pendekatan nash-nash atau dalil yang secara khusus membahasnya.
Dalam perspektif sosial, keberadaan kaum LGBT telah menjadi bagian yang sulit dipisahkan dari pergumulan interaksi sosial kemasyarakatan.
Banyak faktor yang mempengaruhi penerimaan keberadaan mereka di tengah kehidupan masyarakat sekitar, diantaranya adalah faktor hubungan kekekeluargaan, kekerabatan dan pertemanan. Dalam konteks ini tidak akan mungkin ada tindakan persekusi karena ketidaksetujuan atas perilaku seks tak normal dan aktifitas lainnya yang menunjukan eksistensi mereka.
Dan akhirnya, bagaimana negara memandang keberadaan kaum LGBT ini ? Negara sebagai institusi besar pelindung rakyat dalam pemenuhan atas hak dan kewajiban kepada warga negara tidak mengenal kategorisasi dan diskriminasi. Semua warga negara apapun latar psikologi dan sisialnya memilik kedudukan yang sama dalam politik, ekonomi, sosial, kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tidak terkecuali kaum LGBT. Sebagai warga bangsa, LGBT juga berhak mendapatkan hak politik, perlakuan hukum yang adil, layanan pendidikan, kesehatan, akses ekonomi, jaminan sosial, hak sipil dan kependudukan serta hak-hak warga negara lainnya
Terlepas dari pro kontra terhadap keberadaan LGBT dan beragam pandangan atas keberadaan mereka, Saya berpendapat bahwa NILAI AGAMA sebagai instrumen proteksi moral dan etika WAJIB dijadikan bingkai bagi seluruh aktifitas kehidupan berbangsa, bengara dan bermasyaakat.
Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa atas dasar kemanusiaan dan atas dasar status warga negara, kaum LGBT tidak boleh dihalangi untuk mendapatkan hak dalam semua layanan sosial kemasyarakatan.
Akan tetapi, PERIZINAN dan PEMBERIAN RUANG dalam berekspresi bagi komunitas LGBT yang akan mencederai RASA KEBERAGAMAAN dan mereduksi muru’ah / marwah Gorontalo sebagai daerah SERAMBI MADINAH yang bersemboyan ADAT BERSENDI SYARA. SYARA’ BERSENDI KITABULLAH wajib dijadikan pertimbangan para pemangku kebijakan.