TajukJurnalis.id, POHUWATO – Agak berat menuliskan ini, karena pasti dimaki, dicap tidak agamis dan tidak takut murka Tuhan. Memang menjadi manusia sempurna disepanjang sejarah dunia ini tidak mudah, tapi menjadi manusia pandai menilai orang lain sangatlah mudah, bahkan memaksa Tuhan untuk ikut marah pun menjadi lumrah.
Waria pekan terakhir ini menjadi obyek yang sangat menjijikan di Rumah kita Gorontalo serambi Madinah.
Semua fikiran kita merujuk pada perbuatan seksual menyimpang yang identik dengan kaum LGBT. Padahal Waria (wanita pria) adalah individu yang secara biologis merupakan laki-laki tetapi berpenampilan sebagai perempuan.
Sementara itu LGBT adalah prilaku penyimpangan orientasi seksual.
Pada masa lalu sebagaimana informasi yang kita terima dari Alkitab dan Alquran ; LGBT identik dengan kaum Sodom dan Gomora yang dihancurkan Tuhan dengan “belerang dan api” karena dosa dan perbuatan keji mereka terutama sodomi. sehingga ketakutan itu yang mendasari kita untuk waspada jangan-jangan Waria adalah sama dengan kaum sodom dan Gomora.
Intinya Waria jika berprilaku menyimpang secara orientasi seksual maka itu masuk kelompok LGBT yg dilaknat dan wajib ditolak.
Lain halnya dengan Waria sebagai pekerja seni, mereka lebih cenderung menjual produk seni dari skill yang mereka kuasai untuk menghibur. Apakah perbuatan mereka kategori terlarang dalam kacamata agama. Disini letak kegamangan berfikir kita masing-masing.
Di kampung saya Waria dianggap Mahluk setengah mitos. Waria itu menjadi mahluk yang aneh dan selalu dibisikkan “Astaghfirullah” setiap ketemu. Mereka menjadi penata rias, MC diacara nikahan atau jadi penyanyi dangdut dikampung.
Tapi sayangnya tidak bisa jadi manusia seutuhnya menurut standar Pak RT yang penuh moral tapi minim empati.
Sehingga Waria kadang disambut gegap gempita tetapi lebih banyak dicibir,sering kali ditertawakan tapi jarang benar-benar didengarkan.
Mereka bisa bikin alis lebih simetris dari jalan Provinsi tapi tetap dianggap menyimpang oleh yang mengaku lurus tapi hobinya belok -belokin urusan orang.
Waria hidup di dua dunia,satu dunia yang butuh mereka buat hiburan dan jasa kecantikan dan yang satu lagi yang menolak saat sholat berjamaah.
Aneh bukan? pas cari tukang makeup murahan semua panggil mereka tapi pas ceramah agama mereka duduk dibelakang karena tidak pantas dan bikin malu.
Mereka terpaksa menyingkir untuk menghindari sorotan mata melotot dari jamaah yang sempurna dan juga menjadi bulan-bulanan penceramah dalam memberikan contoh penduduk Neraka.Sungguh tidak adil dunia ini.
Kita sering bilang “Gorontalo itu Rumah” tapi keramahan penghuninya masih pilih -pilih kasih.
Mungkin sudah waktunya kita berhenti tertawa karena penampilan orang lain, dan mulai mendengarkan isi hatinya. Karena dibalik suaranya yang sumbang dan sopran itu ada juga Manusia yg ingin diterima dengan adil.
Makanya dalam fikih Islam kita mengenal konsep “Mukhannats” yaitu laki laki yang tidak memiliki hasrat seksual kepada perempuan dan disebut sebagai “ghair Ulil irbah min al-rijal.
Mukhannats tidak dicela Atau dihukum karena kondisi ini bukan karena kesengajaan mereka melainkan sebuah uzur(Pengecualian).
Waria bukan berkelamin ganda atau hermaprodite tetapi laki-laki yang cenderung berperilaku perempuan.
kita sepakat mereka tidak bisa lagi secara vulgar tampil didepan umum karena menggangu fikiran kita terutama anak-anak dan kaum lelaki yang tertipu oleh fikirannya sendiri yg mengira Waria adalah perempuan yang seksi.
Penulis: Arman Mohammad